PRODUK HALAL/HARAM
Belajar titik kritis keharaman produk
Untuk mengetahui titik kritis keharaman produk perlu diketahu mulai asal-usul bahan (Nabati, Hewani, Produk Mikrobial, Bahan lain-lain), penyimpanan pada lini produksi, distribusi, display (pemajangan) hingga produk tersebut digunakan.
a. Bahan Nabati
Seiring perkembangan teknologi produksi kehalalan produk dari bahan nabati perlu diketahui apakah ada proses pengolahan atau tidak, sehingga dapat terlacak keharamannya. Banyak produk olahan yang berasal dari bahan nabati antara lain : produk kering, tepung tering, oleoresin (cabe, rempah-rempah), emulsifier nabati (soya lecithin, mono/digliserida), Hydrolized Vegetable Protein (HVP), minyak Nabati dan Margarin, Jam/Selai, Manisan Buah-buahan, Sari buah & Konsentrat, Buah-buahan Kalengan. Dimana titik kritis produk kering, berbahan baku nabati ? Skema pendugaan titik kritis kehalalan produk nabati terlihat pada Lampiran 1 (klik disini).Umumnya pengeringan dilakukan dengan/tanpa dikecilkan ukurannya. Selain itu juga ditambahkan bahan pengisi seperti maltodextrin atau laktosa dan dilapisi minyak nabati seperti raisins. Dari sini dapat diketahui titik kritis keharamannya adalah :
a. Maltodextrin dibuat menggunakan enzim, maka perlu dicek sumber enzimnya.
b. Laktosa Perlu dicek bahan penggumpal pada pemisahan whey (Bisa dari hewan (rennet) & bila menggunakan hewan halal, cek cara penyembelihannya)
c. Minyak Nabati, menggunakan karbon aktif untuk pemucatan (bleaching). Karbon aktif ini dapat berasal dari tulang hewan
b. Bahan Hewani
Untuk menelusuri titik kritis kehalalan produk berbahan baku hewani dapat dilihat pada Lampiran 2, sedang produk turunan babi terlihat pada Lampiran 3. Banyak ragam produk turunan hewan, diantaranya :
a. Tulang, dapat dibuat 1) Gelatin yang berfungsi sebagai pengemulsi, penstabil,pembentuk busa, pelapis, dsb, sedang hasil sampingnya : di/tricalcium phosphate, 2) Edible bone phosphate (E521) berfungsi sebagai anti kempal, sumber mineral, 3) Arang aktif sebagai Filter
b. Kulit, dapat diproses menjadi Gelatin, Kolagen, sedangkan bulu dapat diproses menjadi Asam amin, seperti: sistein yang digunakan dalam pembuatan flavor,pengembang roti, dan fenilalanin sebagai bahan penyusun aspartam (pemanis buatan). Selain itu bulu sering digunakan sebagai kuas kosmetik.
c. Lemak, yang terdiri atas; 1) Gliserol/gliserin (E422) sebagai pelarut flavor, 2) Asam lemak dan turunannya (E430-E436) sebagai pengemulsi, penstabil, anti busa, 3) Ester asam lemak (E470-E495) sebagai pengemulsi, penstabil, pengental, dsb
d. Susu, dapat diproses menjadi: 1) Keju (susu yang digumpalkan dengan asam atau rennet hewan), rennet tanaman (papain, bromelin) atau rennet mikrobial, 2) Laktosa merupakan hasil samping pembuatan keju ( whey yang telah dipisahkan mineral dan proteinnya), 3) Whey merupakan fase cair dari sisa pembuatan keju, serta 4) Kasein dan Kaseinat yang terbuat dari whey direaksikan dengan NaOH/CaOH
Semua bahan yang diproses dari bahan nabati dan hewani di atas sering digunakan sebagai bahan tambahan dalam memperbaiki tekstur (kekenyalan), memberikan rasa tertentu sesuai yang dikehendaki, mempertahankan konsistensi produk baik pangan, obat-obatan, maupun kosmetika. Demikian juga produk turunan bagi pada Gambar 3 yang begitu banyak, seolah menjadi ujian bagi seorang muslim untuk mempertahankan keyakinannya. Inilah titik kritis keharaman yang perlu diwaspadai. Barang yang halal jika tercampur dengan barang yang haram meskipun sedikit tetap saja menjadi haram. Oleh karena itu kesadaran dan keinginan saja belum cukup untuk memilih produk yang halal yang akan menentramkan kehidupan seorang muslim dan muslimah. Sebenarnya jika pemilik kebijakan mau mewajibkan produk yang boleh dipasarkan hanya produk yang halal saja maka masalah kehalalan produk menjadi lebih sederhana. Namun hingga tulisan ini di buat peratuan perundangan di Indonesia hanya bersifat menghimbau produsen memproduksi produk yang halal. Hal ini diperparah kesadaran dan pengetahuan konsumen yang relatif belum cukup tentang hal itu. Bagaiama dengan anda?
Penutup
Ternyata salah satu penyebab diproduksi dan beredarnya produk yang subhat dan haram, serta tidak aman (hayyib) karena mengandung zat aditif melebihi batas keamanan adalah ide kapitalisme yang menggejala di seluruh lapisan masyarakat. Lemahnya regulasi penjamin kehalalan produk, yang merupakan himbauan bukan keharusan, menjadi faktor utama yang perlu dirubah oleh semua fihak. Oleh karena itu secara simultan perlu dilakukan: Pertama Membangun kesadaran individu, dengan ketaqwaan dalam memilih produk yg halal dan thoyyib, menjauhkan dari yg syubhat. Hal ini membutuhkan ilmu yg perlu di asah, wawasan/ informasi. KeduaMembangun kesadaran masyarakat karena produk yg kita gunakan tidak berasal dari rumah kita sendiri. Saling menasehati dalam kebenaran dan kesabaran, mengajak lingkungan kita pada produk halal dan mengontrol pemerintah dan lembaga terkait sebagai wujud kontrol sosial perlu selaku dilakukan. Ketiga Peran negara sebagai pembuat regulasi dan pelaksana sebuah perundangan wajib menjamin secara penuh keamanan dan keselamatan rakyatnya di dunia dan akhirat sesuai ridho Allah. Menjamin ke-halalan dan ke-thoyyiban produk baik pemasok, produsen, pedagang, maupun konsumen dengan kewajiban dan sanksi bagi pelanggarnya. Hal ini tentu saja negara yang berpedoman pada syari’ah bukan kapitalisme. Pertanyaan besarnya apakah anda peduli?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar